Hadiah? Kata yang sudah tering kita dengar bukan?
Dengan hadiah, terwujudlah kesempurnaan untuk meraih kecintaan, kasih sayang, sirnanya kedengkian, dan terwujudnya kesatuan hati.
Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati, padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan. Dan oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan menganjurkan untuk saling memberi hadiah serta menganjurkan untuk menerimanya.
Sebenarnya, menolak pemberian maupun hadiah dari orang lain tidak disarankan dalam Islam. Pemberian dapat menjadi sarana menguatkan ukhuwah sesama Muslim.
Tetapi, ada hal yang sangat ditekankan ulama terkait pemberian. Sejumlah ulama sampai melarang menolak pemberian barang tertentu. Yang paling utama adalah minyak wangi.
Dikutip dari konsultasi syariah, larangan menolak pemberian minyak wangi tercantum dalam hadis riwayat Ahmad dan Nasai dari Abu Hurairah RA.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, " Siapa yang ditawari minyak wangi, janganlah dia menolaknya. Karena minyak wangi itu ringan diterima, dan baunya harum."
hikmahnya, kita sangat dianjurkan menggunakan minyak wangi agar tubuh selalu harum. Menggunakan minyak wangi juga merupakan kebiasaan Rasulullah.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menukil pendapat Ibnu Bathal, menjelaskan Rasulullah tidak pernah menolak minyak wangi agar kondisinya terjaga jika setiap saat bermunajat.
Tetapi, Ibnu Hajar justru mengatakan alasan ini hanya berlaku untuk Rasulullah SAW. Tidak bolehnya menolak pemberian minyak wangi berlaku untuk semua umatnya.
Benarkah jika kita ditawari minyak wangi tidak boleh menolaknya? Bagaimana jika kita tidak kuat dengan baunya, karena tidak sesuai selera..? Berikut penjelasannya!
Larangan menolak pemberian minyak wangi disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عُرِضَ عَلَيْهِ طِيبٌ فَلاَ يَرُدَّهُ فَإِنَّهُ خَفِيفُ الْمَحْمَلِ طَيِّبُ الرَّائِحَةِ
Siapa yang ditawari minyak wangi, janganlah dia menolaknya. Karena minyak wangi itu ringan diterima, dan baunya harum. (HR. Ahmad 8264, Nasai 5276 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Untuk menerima hadiah minyak wangi, kita tidak perlu mengeluarkan modal banyak, sebagaimana hadiah besar lainnya. Seperti hadiah binatang atau benda berat yang mungkin susah untuk dipindahkan. (Hasyiyah as-Sindi untuk Musnad Ahmad, 14/16).
Juga disebutkan dalam hadis lain satu ini dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ الْوَسَائِدُ وَالدُّهْنُ وَاللَّبَنُ
Ada 3 hal yang tidak boleh ditolak, bantal untuk duduk, minyak wangi, dan susu. (HR. Turmudzi 3020, al-Baghawi 3173, dan dihasankan al-Albani)
Yang dimaksud bantal di sini bukan bantal untuk alas kepala ketika tidur ya, namun bantal lebar untuk alas duduk.
Di samping larangan di atas, juga disebutkan dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah menolak pemberian minyak wangi. Setiap beliau diberi minyak wangi, beliau selalu menerimanya.
Seorang ulama tabi’in, Tsumamah bin Abdillah bercerita,
كَانَ أَنَسٌ لاَ يَرُدُّ الطِّيبَ. وَقَالَ أَنَسٌ إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَرُدُّ الطِّيبَ
Anas tidak pernah menolak pemberian minyak wangi. Anas mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menolak minyak wangi. (HR. Bukhari 2582, Turmudzi 3019 dan yang lainnya).
Mengapa kita dilarang untuk menolaknya?
Ulama berbeda pendapat mengenai alasan mengapa pemberian minyak wangi dilarang untuk ditolak?
Pendapat pertama, kita dilarang menolak pemberian minyak wangi, maknanya adalah perintah agar kita selalu menggunakan minyak wangi. Tujuannya, agar kita bisa selalu dalam kondisi wangi.
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menggunakan minyak wangi, agar beliau selalu bisa bermunajat dengan malaikat, dan malaikat menyukai bau harum. Ini merupakan pendapat Ibnu Batthal.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menukil keterangan Ibnu Batthal,
قَالَ بن بَطَّالٍ إِنَّمَا كَانَ لَا يَرُدُّ الطِّيبَ مِنْ أَجْلِ أَنَّهُ مُلَازِمٌ لِمُنَاجَاةِ الْمَلَائِكَةِ وَلِذَلِكَ كَانَ لَا يَأْكُلُ الثُّومَ وَنَحْوَهُ
Ibnu Batthal mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menolak minyak wangi, karena beliau selalu menjaga kondisi untuk ber-munajat dengan malaikat. Karena itulah, beliau tidak makan bawang atau makanan bau sejenisnya.
Namun pendapat ini dikomentari al-Hafidz Ibnu Hajar, bahwa jika alasan ini yang diterima tentu khusus berlaku bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Karena yang selalu bermunajat dengan Malaikat hanya beliau. Padahal tidak bolehnya menolak pemberian minyak wangi, juga berlaku untuk semua umatnya. (Fathul Bari, 5/209).
Pendapat kedua, bahwa larangan ini tujuannya untuk memperhatikan kondisi perasaan pemberi minyak wangi. Karena ketika hadiahnya ditolak, bisa jadi dia sakit hati. Karena itulah, dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan alasan mengapa dilarang menolak hadiah minyak wangi, karena benda ini ringan diterima, sehingga tidak selayaknya ditolak.
Sebagai contoh penerapannya, seperti yang disebutkan dalam hadis dari Ibnu Umar, mengenai 3 hal yang tidak boleh ditolak. Tiga benda ini, bantal untuk duduk, minyak wangi dan susu adalah jamuan pertama yang diberikan tuan rumah kepada tamunya yang baru datang. Secara materi, nilainya sangat murah. Sekalipun sangat murah, ketika itu diberikan sebagai penghargaan dari tuan rumah, hendaknya tamu tidak menolaknya, agar tidak menyakiti perasaan si pemberi.
Dalam Syarah Sunan Turmudzi, dinukil keterangan Imam at-Thibi,
قال الطيبي يريد أن يكرم الضيف بالوسادة والطيب واللبن وهي هدية قليلة المنة فلا ينبغي أن ترد
At-Thibi mengatakan, ‘Tuan rumah hendak memuliakan tamunya dengan bantal alas duduk, minyak wangi, dan susu. Hadiah ini nilainya kecil, karena itu, tidak selayaknya ditolak.’ (Tuhfatul Ahwadzi, 8/61).
Dengan melihat alasan pendapat kedua, bahwa larangan menolak pemberian minyak wangi, pada dasarnya termasuk bagian dari larangan menolak hadiah secara umum. Karena menerima hadiah dari sesama muslim, meskipun murah, bisa semakin memper-erat persaudaraan sesama muslim.
Bagaimana status larangan ini?
Jumhur ulama mengatakan bahwa larangan ini bersifat larangan makruh dan bukan larangan haram. Sebagaimana keterangan Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhid (1/273). Sehingga, jika ada alasan lain yang membuat kita kesulitan untuk menerima pemberian minyak wangi, misalnya karena alasan kurang kuat dengan baunya atau baunya tidak sesuai selera, kita dibolehkan untuk menolaknya.
Wallahu A'lam
Sumber Gambar : nasihatsahabat.com
Sumber Bacaan : kesbangpol.riau.go.id
Sumber Bacaan : konsultasisyariah.com
Sumber Bacaan : www.dream.co.id
No comments :
Post a Comment