Harta adalah suatu kebutuhan yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Tetapi,di dalam konteks pencarian harta kita harus bisa mencari harta dengan etika yang baik,jangan sampai kita mencari harta dengan cara yang tidak baik. Di dalam mencari harta kita harus bertaqwa kepada Allah SWT jangan sampai kita sibuk dengan kepentingan mencari harta,tetapi kita sampai melalaikan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi yang artinya:
Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata,Rasulullah SAW bersabda:"Wahai manusia,bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya),maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta,ambillah yang halal yang halal dan tinggalkan yang haram". (HR Ibnu Majah).
Berdasarkan hadist di atas,dapat saya jelaskan bahwa msalah mencari rezeki dalam islam adalah salah satu perkara yang banyak menyita waktu dan perhatian manusia,sehingga ada sebagian besar manusia yang menjadi budak dunia yang menyebabkan ibadah mereka berkurang dihadapan sang pencipta. Misalnya kita tidak tepat waktu dalam melaksanakan yang sholat lima waktu,atau bahkan kita meninggalkannya hanya dikarenakan mengejar indahnya dunia (mencari harta).
ETIKA-ETIKA DALAM MENCARI HARTA
1. Mempunyai bekal taqwa
Maksudnya adalah setiap orang pedagang,pegawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal taqwa. Pedagan yang tidak bertaqwa ,yaitu pedagang tidak mengindahkan rambu-rambu syari'at,sehingga dia jatuh kedalam larangan-larangan Allah SWT. Misalnya bersumpah palsu,menipu,berjhianat dan lain sebagainya untuk melariskan dagangannya.
2. Mempunyai bekal ilmu.
Maksudnya,setiap manusia harus mempunyai sebuah ilmu (pengetahuan) dimana ilmu tersebut nantinya yang akan menuntunnya dalam bermu'amalah.Misalnya: transaksi antara penjual dan pembeli yang harus sama-sama mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar.
KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS : Al Qashash : 77)
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa dalam islam harta yang merupakan bagian dari kebahagiaan dunia bukanlah sebagai tujuan utama dalam hidup. Dia memiliki fungsi, namun bukan satu-satunya jalan yang harus ditempuh. Untuk itu Allah memerintahkan sebagaimana ayat di atas.
1. Menjadikan Harta untuk Alat Kehidupan di Dunia
Dalam menjalankan kehidupan di dunia, manusia diberikan misi oleh Allah sebagai Khalifah fil Ard. Misi khalifah fil ard adalah manusia hidup untuk melakukan perbaikan, memberikan manfaat, menjalankan amanah-amanah yang diberikan Allah, seperti keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Tanpa adanya harta tentu hal tersebut sangat sulit untuk dijalankan.
Harta dalam hal ini adalah sebagai alat untuk melaksanakan kehidupan dunia, bukan justru menjadi tujuan utama. Tanpa harta manusia sulit untuk menjalankan kehidupan di dunia dan menjalankan misi membangun masyarakat. Tapi harta bukanlah satu-satunya hal yang terpenting. Ia hanya alat, bukan sebagai tujuan yang harus terus menerus dituju.
Menjadikan harta untuk kehidupan dunia yang baik contohnya adalah orang tua yang bekerja mencari harta. Orang tua berkewajiban untuk mencari harta yang halal untuk kehidupan anak-anak dan keluarganya agar bisa beraktivitas dan melaksanakan hidup dengan baik. Tanpa adanya harta yang cukup tentu dia tidak bisa membesarkan anak-anaknya, memberikan kehidupan yang layak hingga sehat dan bermoral baik. Harta adalah keberkahan yang ia berikan untuk memberikan kebaikan lainnya bagi anak-anak.
Jika orang yang mencari harta sebagai tujuan dalam hidupnya, bukan sebagai alat, maka ia akan mencari harta sebanyak-banyaknya agar menjadi orang yang kaya, terpandang, ataupun sekedar berbangga diri akan harta yang dimilikinya. Hal ini tentu bukanlah hal yang diharapkan oleh Allah SWT terhadap karunia yang telah diberikan pada hamba-Nya.
Harta yang banyak tidak menjamin kebahagiaan sejati pada diri seseorang. Harta yang banyak juga bisa menjadi ujian bagi hidupnya. Akankah ia menjadi sombong, menjadi kikir, menjadi terperdaya atau diperbudak oleh hartanya? Penyebab hati menjadi gelisah menurut islam salah satunya adalah tidak mampu menjadikan hartanya berkah untuk kemaslahatan dunia akhirat. Untuk itu perlu kiranya menyiapkan agar harta tidak menjadi boss kita.
Orang yang kekurangan harta untuk menjalankan kehidupannya tentu perlu dibantu. Berhutang dalam islam adalah sesuatu yang diperbolehkan. Berhutang tidak menjadi masalah asalkan ada akad atau kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak. Hal ini sebagai salah satu aturan dan nikmat islam dalam mempermudah kehidupan manusia.
2. Mengorientasikan Harta Sebagai Bekal untuk Kehidupan Akhirat
Harta yang Allah berikan adalah sebagai karunia dan berkah yang besar untuk manusia. Karunia tersebut sengaja diberikan kepada manusia untuk modal hidup, bekerja, dan beribadah sebanyak-banyaknya kepada Allah.
Ukuran kesuksesan di sisi Allah bukanlah pada besarnya harta yang manusia miliki. Ukuran sukses di sisi Allah adalah pada bagaimana manusia mampu memberikan dan memanfaatkan apa yang dimilikinya (termasuk harta) untuk tujuan akhirat, yaitu pahala yang sebanyak-banyaknya.
Alangkah beruntung dan bersyukurnya jika manusia memiliki harta yang banyak dan dengan harta tersebut ia mampu memberikan manfaat yang besar untuk ummat, untuk manusia lainnnya. Dari hal tersebut, akan muncul kebaikan-kebaikan lain.
Membantu orang yang kesusahan, memberikan bantuan pada fakir miskin, mengeluarkan orang dari cobaan yang berat dengan hartanya tentunya adalah pahala tersendiri, wakaf dalam islam, apalagi jika hal tersebut dilakukan ikhlas kepada Allah semata. Lebih bermakna lagi jika harta tersebut bisa menjadi amal jariah, yang mampu menyelamatkan-nya karena pahala yang terus mengalir hingga waktu penghisaban tiba.
Tidak selamanya harta senantiasa membawa keberkahan, jika dicari dari jalan-jalan yang keliru. Jika hal seperti itu dilakukan maka harta bisa saja menjadi musibah bukan lagi keberkahan. Jika musibah datang, maka harus sabar, ikhlas, mengevaluasi diri, dan banyak bertaubat. Cara menghadapi musibah dalam islam adalah dengan cara tersebut, bukan mengutuk keadaan atau menyalahkan orang lain atas musibah yang terjadi.
3. Mencari Harta yang Telah Dianugerahkan Allah di Dunia
Allah memerintahkan pada manusia untuk mencari harta, sebagaimana hal tersebut telah Allah anugerahkan kepada kita. Tentu saja, untuk mencari harta tersebut Allah memerintahkan untuk mencari harta yang halal dan tidak bertentangan dengan aturan atau jalan hidup yang telah dijalankannya.
Mencari harta dalam islam bukanlah hendak menjadikan manusia bertambah kaya, memperbesar dirinya sendiri. Mencari harta yang diakaruniakan oleh Allah adalah hendak menjadikan manusia semakin bersyukur dan semakin tunduk kepada Allah SWT. Untuk itu adanya fungsi Agama adalah untuk menjaga agar penggunaan harta tidak melenceng hanya untuk bersenang-senang di dunia saja.
Mencari harta tentu perlu usaha dan keyakinan kuat bahwa Allah akan memberikan nikmat yang banyak pada hambanya. Untuk itu manusia dalam mencarinya harus diiringi oleh ikhtiar dan doa, bukan saja mengeluh dan berputus asa ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam ikhtiar. Bahaya putus asa dalam islam sangat banyak, terutama dalam meyakini akan adanya kekuasaan Allah dalam memberi rezeki dan nikmat dalam hidup.
ADAB-ADAB YANG PATUT DIPERHATIKAN DALAM MENCARI REZEKI
1. Jangan sampai mencurangi kadar timbangan.
Sebagian besar aktivitas mencari rezeki dijalankan melalui perdagangan atau perniagaan.
Seorang Muslim dituntut untuk jujur dalam berdagang. Dia terlarang dari perbuatan mempermainkan timbangan demi mendapat keuntungan yang besar.
Larangan ini termuat dalam Surat Al Muthaffifin ayat 1-6.
" Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam."
2. Tidak menjalankan riba.
Larangan ini terdapat dalam Surat Ali Imron ayat 130-131.
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir."
3. Tidak mencari rezeki dengan cara bathil.
Contohnya seperti korupsi, suap, maupun menipu. Larangan ini termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 188.
" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
4. Tidak jual beli barang haram atau berjudi.
Hal ini seperti tercantum dalam Surat Al Maidah ayat 90-91.
" Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."
Wallahu’alam
Sumber Bacaan :
www.dream.co.id
dalamislam.com
www.kompasiana.com
Sumber Gambar :
blog.syarq.com
No comments :
Post a Comment