Salah satu anugerah yang diberikan Allah SWT kepada ma nusia adalah kemampuan berbicara. Dengan berbicara, manusia bisa mengeluarkan isi hati dan pikirannya kepada yang lain. Nikmat Allah yang satu ini bila dipergunakan dengan sebaik-baiknya, dapat membantu manu sia mencapai apa yang ia inginkan.
Berhati-hatilah terhadap lisan karena sebuah ucapan bisa menjerumuskan kita ke dalam api neraka. Apabila kita tidak mengetahui sebuah perkara dengan pasti, sebaiknya kita diam saja. Dan janganlah kita mengucapkan perkataan yang menyakiti hati orang lain, sekalipun itu hanya candaan. Sebab di akhirat kelak, segala apa yang kita ucapkan dengan lisan pasti akan dimintai pertanggung jawaban.
Dalam surah ar-Rahman ayat 1-4, Allah SWT berfirman, "Allah yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al qur an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara."
Dalam surah lain nya, al-Balad ayat 8-9, Allah pun menuliskan lima kenikmatan yang Ia berikan pada manusia secara cuma-cuma, "Bukankah Kami telah memberikan kepad anya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir." Kemampuan berbicara ini bisa mem bawa keuntungan maupun keburukan ber gantung penggunaannya. Lidah, se bagai salah satu alat berbicara dapat di gunakan untuk taat kepada Allah mau pun menuruti setan.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya ada seorang hamba be nar-benar berbicara dengan satu kali mat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya be berapa derajat. Dan sesungguhnya ada se orang hamba benar-benar berbi cara de ngan satu kalimat yang termasuk ke mur kaan Allah, dia tidak menganggap nya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka jaha nam."
Allah Ta’ala berfirman: “Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf: 18).
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Rasullulah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan manusia agar tak banyak bicara, kecuali berbicara untuk hal-hal yang penting, bermanfaat ataupun untuk mengingat Allah SWT.
“Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berzikir kepada Allah; sesungguhnya memperbanyak perkataan tanpa zikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh manusia adalah yang hatinya keras.” (HR. Tirmidzi).
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara (diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976, shahih)
Hendaknya setiap kita senantiasa menjaga diri dari berbicara atau menuliskan komentar yang tidak jelas manfaatnya. Kita tidaklah berbicara kecuali dalam hal-hal yang memang kita berharap ada manfaat untuk agama (diin) kita. Ketika kita melihat bahwa suatu perkataan itu tidak bermanfaat, maka kita pun menahan diri dari berbicara (alias diam). Kalaupun itu bermanfaat, kita pun masih perlu merenungkan: apakah ada manfaat lain yang lebih besar yang akan hilang jika saya tetap berbicara?
Seorang ahli hikmah mengatakan, berbicara tanpa dilandasi pemikiran yang matang merupakan sebuah kesalahan yang fatal, mengapa demikian? Karena faktanya tidak sedikit orang yang hancur dikarenakan hanya dengan ucapannya mereka sendiri. Dan dengan lisan juga potensi terbesar penyebaran berita hoaks, padahal dalam Islam ataupun konteks kemanusiaan menyebarkan berita bohong merupakan perbuatan yang terlarang.
Menjaga lisan dari berkata bohong, menggunjing, menyindir dan lain sebagainya mungkin hal yang terbilang berat, karena perbuatan tersebut telah menjadi kebiasaan yang lumrah di kalangan masyarakat umum. Namun jika kita memiliki keinginan yang kuat untuk meninggalkan semuanya, maka tidak ada yang tidak mungkin. Lalu bagaimana cara mengatasinya?
Cara mengatasi agar kita bisa meminimalkan perbuatan keji tersebut sebenarnya sangat mudah dan simpel, yaitu jauhi forum tongkrongan bersama yang tidak ada manfaatnya, karena potensi terbesar menggunjing, menyindir dan lain sebagainya ialah pada forum tersebut.
KEUTAMAAN MENJAGA LISAN DALAM ISLAM
1. Dijanjikan surga
Orang-orang yang mampu menjaga lisannya dari ucapan buruk dan tidak berguna juga dijanjikan surga oleh Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadist:
Dari Sahl bin Sa’ad ra., Rasulullah Muhammad saw bersabda: “Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya – yakni mulut atau lidah – serta antara kedua kakinya – yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya.” (HR. Al-Bukhari)
2. Memiliki kedudukan tinggi sebagai muslim
Keutamaan menjaga lisan yang pertama yakni menjadikan kita sebagai seorang muslim yang berkedudukan tinggi di mata Allah Ta’ala. Dengan menjaga lisan kita akan terhindar dari perkataan-perkataan dosa yang bisa berujung pada dosa.
Suatu hari Rasulullah Saw. ditanya, “Siapakah Muslim yang paling utama?” Beliau menjawab,“Orang yang bisa menjaga lisan dan tangannya dari berbuat buruk kepada orang lain.” (HR. Bukhari).
Wallahu’alam
Sumber Bacaan :
www.republika.co.id
darunnajah.com
muslim.or.id
bincangsyariah.com
Sumber Gambar :
boombastis.com
No comments :
Post a Comment