Islam adalah agama yang mengajarkan ummatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan. Kebersihan dalam islam adalah sebagian dari iman. Ajaran ini terimplementasikan dari aturan islam seperti berwudhu, melaksanakan mandi besar atau kecil, membasuh setelah mengeluarkan kotoran, dsb.
Terutama ketika akan melaksanakan shalat dan ibadah lainnya, maka ummat islam diperintahkan untuk menjaga diri dan kebersihan dari berbagai najis. Najis sendiri memiliki arti kotoran yang membuat tidak sah nya seseorang ketika shalat atau ibadah menghadap Allah. Untuk itu menjaga diri dari najis adalah bagian dari kita menegakkan aturan Allah.
PENGERTIAN NAJIS
Najis adalah kotor yg menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah. Najis juga dapat berarti jijik atau kotoran.
Pengertian najis menurut bahasa Arab, najis bermakna al qadzarah yang artinya adalah kotoran. Sedangkan definisi menurut istilah agama (syar'i), diantaranya:
• Najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:
“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada hal yang meringankan.”
• menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah:
“Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan salat bila terkena atau berada di dalamnya.”
MACAM-MACAM NAJIS DAN CARA MENYUCIKANNYA
1. Najis mughalladhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh dengan air mesti dihilangkan terebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air.
Contoh dari najis Mughallazah ini seperti terkena babi atau menyentuh babi, terkena air liur anjing baik secara sengaja ataupun tidak sengaja.
Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu. Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:
Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebi utama dibanding cara lainnya.
Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
2. Najis mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke tempat yang terkena najis.
Contoh dari najis ini antara lain air kencing bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun. Madzi atau air yang keluar dari kemaluan akibat terangsang. Namun madzi ini keluar tidak dengan cara memuncrat.
Cara memercikkann air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir.
3. Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan.
Contoh najis ini antara lain kotoran manusia, darah haid, air mani yang cair, minuman keras, kotoran hewan yang haram dimakan, bangkai hewan kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang.
Nah, najis Mutawassithah ini sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Najis ‘Ainiyah atau najis yang terlihat rupanya, rasa atau tercium baunya.
- Najis Hukmiyah atau najis yang tidak tampak seperti bekas kencing dan miras.
Sebagai contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai. Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan mengelapnya dengan menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup.
TUJUAN DAN HIKMAH MEMBERSIHKAN NAJIS DALAM ISLAM
1. Menjaga Kesehatan
Dengan menjaga diri dari najis maka sama dengan kita pun menjaga diri dari penyakit. Sejatinya, najis adalah seperti kotoran hewan, yang jika menempel pada tubuh manusia maka akan memancing penyakit dalam tubuh. Untuk itu, segera dibersihkan, terutama ketika akan beribadah.
2. Simbol Senantiasa Menjaga dan Memperbaiki Diri
Membersihkan diri, adalah simbol juga untuk senantiasa menjaga dan memperbaiki diri. Menjaga dan memperbaiki diri tentu saja berawal dari kebersihan fisik yang sangat mudah untuk menjangkaunya. Untuk itu, jika kebersihan fisik saja dijaga maka kebersihan jiwa dan nurani sudah pasti juga perlu untuk dijaga.
3. Kenyamanan dalam Bersosialisasi
Dengan menjaga kebersihan diri dari najis kita pun juga menjaga kenyamanan diri orang lain dalam bersosialisasi dengan kita. Bayangkan saja, jika kondisi kita dipenuhi najis dan berbau tentu saja orang lain tidak akan suka dan betah untuk bisa bersosialisasi dengan kita. Untuk itu, perintah Allah menjaga kesucian diri bukan hanya berdampak saat beribadah kepada Allah melainkan juga sesama manusia.
Wallahu’alam
Sumber Bacaan :
dalamislam.com
id.wikipedia.org
islam.nu.or.id
hot.liputan6.com
Sumber Gambar :
No comments :
Post a Comment