Sejarah Bahasa Indonesia
Asal usul bahasa Indonesia bermula dari keberadaan bahasa Melayu. Semua bahasa melayu merupakan bahasa etnis dengan wilayah penutur yang terbatas. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu tidak terlepas dari kondisi sosiokultural dan ekonomi masyarakat. Aktivitas pelayaran dan perdagangan yang saat itu menjadi urat nadi kehidupan kerajaan-kerajaan menjadi media penyebaran dan perkembangan bahasa Melayu.
Tahukah kamu, masuknya bahasa asing seperti portugis, Inggris dan Belanja ke Indonesia berdampak pada perkembangan bahasa Melayu lho.. Banyak peneliti asing yang memfokuskan penelitiannya pada bahasa Melayu.
Belanda yang paling lama bercokol di Nusantara banyak memengaruhi perkembangan bahasa Melayu. Peneliti Belanda, Van Linschoten, menulis bahwa bahasa Melayu telah menjadi bahasa pergaulan yang sopan dan beradab.
Perkembangan bahasa Melayu pada masa penjajahan Belanda semakin pesat setelah masuknya industry percetakan. Di pusat-pusat kota seperti Batavia, Bandung, Semarang, Medan, Surakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Manado bermunculan surat kabar berbahasa Melayu. Lembaga pendidikan seperti HIS, MULO, AMS, OSVIA, STOVIA, dan NIAS yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar atau sebagai mata pelajaran juga berdiri di berbagai kota. Inilah yang mendorong berkembangnya bahasa Melayu menjadi bahasa pendidikan.
Perkembangan bahasa Melayu semakin meningkat saat muncul organisasi pergerakan nasional. Setiap organisasi pergerakan mempunyai media yang menjadi corong pergerakan. Ide-ide tentang pergerakan disampaikan para tokoh dalam bahasa Melayu sehingga mudah dipahami oleh rakyat. Bahasa Melayu kemudian ditransformasikan menjadi bahasa persatuan dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Kongres Pemuda itu, Moh. Yamin (dalam Zainoel Ihsan, 1981: 141-151) menyampaikan pidato berjudul “Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”.
Bahasa yang diangkat sebagai bahasa persatuan adalah bahasa Melayu. Mengapa bahasa Melayu yang ditetapkan sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia?
Menurut Anton M. Moeliono, pada tahun 1928 jumlah penutur bahasa Melayu hanya 4,9%, sedangkan penutur bahasa jawa 47%, bahasa Sunda 14,5% dari sekitar 60 juta penduduk Indonesia. Salah satu alasannya adalah bahasa Melayu telah menempati posisi sebagai lingua franca di Kepulauan Nusantara. Dengan demikian rakyat mampu dengan mudah mengikuti perkembangan perjuangan bangsa melalui beragam media berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi media komunikasi yang sangat penting selama masa perjuangan bangsa. Pada tahun 1930-an terjadi polemic tentang keindonesian. Bermula tulisan Sutan Takdir Alisjahbana “Menuju Mayarakat dan Kebudayaan Baru” di majalah Pujangga Baru tahun 1935.
Perjuangan untuk menempatkan bahasa Indonesia sebaga bahasa resmi dilakukan Moh. Husni Thamrin (dalam Zainoel Ihsan, 1981: 255-256) dari Fraksi Nasional dalam persidangan Volksroad tanggal 12 Juli 1938.
Perkembangan bahasa Indonesia sempat mendapatkan momentumnya ketika Jepang menjajah Indonesia. Bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan diganti dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi media komunikasi saat para pemimpin menggagas dan memperdebatkan dasar-dasar Negara konstitusi dan untuk Negara yang akan didirikan. Para pemimipin kemudian menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada pasal 36 UUD 1945 (sebelum amandemen), Dengan demikian, bahasa Melayu telah ditransformasikan dari bahasa persatuan-sebagaimana isi Sumpah Pemuda-menjadi bahasa Negara sesuai isi UUD 1945.
Salah satu tokoh yang menyampaikan gagasannya tentang dasar Negara adalah Ir.Soekarno. (Pidato “Lahirnya Pancasila”) Bahasa Indonesia pun menjadi media untuk mengekspresikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
No comments :
Post a Comment