Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menjadi Fardhu ‘Ain
Amar Ma’ruf Nahi Munkar menjadi sebuah aktivitas yang hukumnya fardhu ‘ain dalam beberapa kondisi tertentu. Misalnya,
1. Apabila dalam suatu tempat ada hal ma’ruf yang ditinggalkan dan tindak kemunkaran dibiarkan merajalela sedangkan hanya ada satu orang yang mengetahui, maka melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar hukumnya fardhu ‘ain bagi satu orang tersebut (Syarah Shahih Muslim, 2/23).
Baik mengubah sesuai kemampuannya atau menyampaikan kepada Ahli Ilmu dan orang yang diberi tanggung jawab akan hal itu sampai mereka melakukan hisbah, atau dengan cara lainnya.
2. Amar Ma’ruf Nahi Munkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka yang ditunjuk oleh negara Islam
3. Apabila Amar Ma’ruf Nahi Munkar membutuhkan suatu perdebatan dan adu argumen, maka menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu melakukannya. (Ahkamul Qur’an, Ibnul ‘Arabi, 1/383)
4. Amar Ma’ruf Nahi Munkar hukumnya fardhu ‘ain bagi penguasa yang diberi amanah oleh Allah untuk memegang tampuk kepemimpinan seperti para Amir, para hakim, dan sebagainya.
5. Apabila tidak mungkin untuk melakukan hisbah kecuali seseorang atau beberapa orang tertentu, seperti kemunkaran yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan semisalnya, maka bagi orang atau beberapa orang tersebut hukumnya fardhu ‘ain. (At-Turuq al-Hukmiyah fi as-Siyasah asy-Syar’iyyah, 345)
6. Ketika maraknya kemunkaran di tengah kondisi sedikitnya para da’i dan menyebarnya kebodohan, maka Amar Ma’ruf Nahi Munkar menjadi fardhu ‘ain bagi setiap individu sesuai kemampuannya. (Majmu’ Fatawa Syaikh ibn Baz, 1/332)
7. Apabila seseorang melihat kemunkaran sementara dia mampu untuk menghilangkannya dan mengetahui bahwa selainnya tidak mampu untuk hal itu, maka menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar hukumnya fardhu ‘ain bagi dirinya sesuai kemampuan.
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menjadi Haram
Selain fardhu ‘ain, Amar Ma’ruf Nahi Munkar hukumnya dapat berubah menjadi haram dalam beberapa kondisi, seperti,
1. Pelaksanaakn Amar Ma’ruf Nahi Munkar justru menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Dalam kondisi seperti ini, Amar Ma’ruf Nahi Munkar hukumnya haram.
2. Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar berkonsekuensi pada timbulnya bahaya terhadap jiwa dan kehormatan kepada selain pelakunya—baik keluarga, tetangga dan selainnya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 17/230)
3. Orang yang tidak berilmu atau bodoh terhadap urusan ma’ruf dan munkar, tidak bisa membedakan hakikat keduanya, maka dia haram melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Praktek Penerapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Secara garis besar, syariat Islam telah memberikan konsep dasar tentang praktek penerapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang disarikan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim No. 70)
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan Hati
Pertama, mengubah kemunkaran dengan hati, karena ini merupakan bentuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang harus bisa dilakukan oleh seorang muslim. Jika seorang muslim melihat kemunkaran sedang hatinya tidak mengingkarinya, maka ini menunjukkan betapa lemah imannya atau bahkan sudah hilang imannya kepada Allah.
Termasuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga adalah dengan meng-hajr-nya (mendiamkan dan menjahuinya); tidak bermuamalah dengan pelaku kemunkaran tersebut, supaya sadar bahwa teman-temannya menjauhi dirinya karena perbuatan munkar yang dilakukan. Tentu dalam melakukan hajr ini, ada batasan-batasannya dan dalam kondisi memang tidak bisa melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar kecuali harus dengan mendiamkan dan menjauhinya.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan Lisan
Kemudian setelah hati mengingkari perbuatan munkar, maka hal berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim adalah mengubahnya dengan lisannya atau dengan tangannya, melihat mana yang mendatangkan maslahat dan mampu menghilangkan mudarat.
Adapun rambu-rambu tingkatan Amar Makruf Nahi Munkar dengan lisan adalah sebagai berikut;
1. Melarangnya dengan nasehat yang baik, menakut-nakutinya akan ancaman dari Allah ‘azza wajalla.
2. Melarang dengan mengeraskan suaranya, dengan nada yang lantang dan tegas, keempat, memberikan ancaman dan hal-hal yang membuatnya takut untuk mengulangi perbuatannya.
3. Memberitahu dengan baik, memberi pengertian bahwa yang dilakukannya ini salah.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan Tangan
Adapun rambu-rambu tingkatan Amar Makruf Nahi Munkar dengan tangan, adalah sebagai berikut;
1. Mengingatkan dengan memberinya hukuman fisik, tanpa harus menimbulkan rasa sakit yang signifikan.
2. Membawa bala bantuan untuk mengubahnya—pada kasus kemunkaran yang cukup besar.
3. Mengambil atau menghancurkan alat-alat yang digunakan untuk berbuat munkar.
4. Mengubahnya dengan tangan dengan menggunakan alat hukuman; bisa tongkat, cemeti, dan lainya.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar Tetap Mempertimbangkan Maslahat-Mudarat
Semua bentuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar di atas harus didasari dengan asas mendatangkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan. Aktivitas Amar Makruf Nahi Munkar tidak boleh berdampak pada munculnya kemunkaran atau kemudaratan yang lebih besar, karena ini bertentangan dengan perintah syar’i dalam melakukan Amar Makruf Nahi Munkar.
Ibnu al-Qayyim rahimahullah memberikan rambu—rambu syar’i secara singkat tentang pelaksanaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
“Apabila dalam melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang dihasilkan adalah hilangnya kemunkaran atau kemudaran dan mendatangkan kema’rufan atau maslahat, maka ini disyariatkan. Apabila yang dihasilkan adalah meminimalisir kemunkaran atau kemudaratan, maka ini juga disyariatkan. Apabila yang dihasilkan adalah sama saja dengan tidak melakukannya, maka ini menjadi ruang ijtihad (mana yang lebih utama, dengan kejelian melihat kondisi). Apabila yang dihasilkan adalah datangnya kemudaratan yang lebih besar atau lebih membahayakan, maka ini dilarang oleh syariat.”
Wallahu'alam
Sumber : BAG.2 AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
Sumber Gambar : facebook.com
No comments :
Post a Comment