Hijrah? Tentu Kalian Sudah Tahu Arti Hijrah Itu. Tapi Memperdalam lagi Ilmu Kita. Saya akan membahasnya Makna Kata "HIJRAH".
Makna dasar dari kata hijrah adalah meninggalkan, menjauhkan dari, dan berpindah tempat. Hal inilah yang membuat hijrah dapat memiliki beragam makna yang berbeda. Makna kata hijrah dapat dilihat dari pemaknaan umum, atau pun pemaknaan khusus sesuai konteks.
Dalam pemaknaan umum, yakni berpindah tempat, makna hijrah dapat dipahami seperti kisah Nabi Muhammad SAW yang berpindah kota dari Mekah ke Madinah. Setiap orang dapat menggunakan kata hijrah untuk berpindah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain. Sehingga penggunaan kata “Hijrah” seperti dalam lagu The Changcuters yang berjudul “Hijrah ke London” tidak salah.
Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ini pun menjadi titik awal Kalender Hijriyah. Khalifah Umar bin Khatab menetapkan bahwa tanggalan umat muslim, yang diberi nama Kalender Hijriyah, akan dimulai dari peristiwa besar yang terjadi dalam hidup Nabi Muhammad SAW tersebut. Menurut Khalifah Umar, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah bersama sahabat rasul adalah peristiwa paling monumental dalam perkembangan Islam, sehingga patut menjadi dasar dari kalender yang dianut umat muslim.
Sedangkan dalam pemaknaan yang lebih khusus, sebagian ulama mengaitkan kata hijrah dengan berpindah secara keimanan. Kondisi yang dimaksud adalah berpindah dari “darul kufur” atau satu kondisi kekufuran, menuju ke arah “darul Islam.” Alih-alih fisik, yang berpindah dalam konteks ini adalah kondisi keimanan Islam seseorang.
Di luar dua makna tersebut, masih ada hijrah-hijrah lain yang lebih jarang disinggung. Sebut saja Hijrah Fikriyah, dari kata fiqrun yang bermakna pemikiran. Di sini, hijrah yang dilakukan adalah hijrah pemikiran, dengan lebih berfokus pada pemikiran berbasis keislaman.
Ada juga Hijrah Sulukiyyah, diambil dari kata Suluk yang berarti tingkah laku atau kepribadian. Fokus dari hijrah ini adalah akhlaq atau kepribadian seseorang tersebut. Yang diubah tidak hanya semata-mata keimanan seseorang tersebut, tetapi juga kepribadian dan tingkah lakunya yang diubah menuju ke arah yang lebih tampak sebagai seorang muslim.
Di dalam Al-Quran, hijrah pun turut disinggung. Al-Baqarah ayat 218 menyebutkan,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sedikit berbeda, Al-Anfal ayat 74 menuturkan,
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia."
Dari kedua ayat tersebut saja, dapat dipahami bahwa makna hijrah dapat dimaknai oleh individu masing-masing dengan cara yang berbeda. Yang terpenting, terlepas dari bentuk hijrah yang dilakukan seseorang, hal tersebut dijalani dengan tujuan yang positif. Jika hijrah dilakukan dengan niatan yang buruk dan tidak ikhlas, niscaya hasil yang dicapai pun tidak akan sesuai harapan.
Secara garis besar hijrah kita bedkan menajdi dua macam yaitu:
1. Hijrah Makaniyah : Yaitu meinggalkan suatu tempat. Bebebrapa jenis hijrah maknawiyah, yaitu:
a. Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.
b. Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.
c. Hijrah dari suatu negeri yang didalamnya didominasi oleh hal-hal
yang diharamkan.
d. Hijrah dari suatu negeri yang membahayakan kesehatan untuk menhindari penyakit menuju negeri
yang aman.
e. Hijrah dari suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.
f. Hijrah dari suatu tempat karena menghindari tekanan fisik
Seperti hijrahnya Ibrahim as dan Musa as, ketika Beliau khawatir akan gangguan kaumnya.
Seperti yang tecantum dalam al-Qur’an:
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).
Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al-Ankabuit, 29:26).
2. Hijrah Maknawiyah
Secara maknaiyah hijrah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Hijrah I’tiqadiyah
Yaitu hijrah keyakinan. Iman bersifat pluktuatif, kadang menguat menuju puncak keyakinan mu’min sejati, kadang pula melemah mendekati kekufuran Iman pula kadang hadir dengan kemurniannya, tetapi kadang pula bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain mendekati memusyrikan. Kita harus segera melakuakn hijrah keyakinan bila berada di tepi jurang kekufuran dan kemusyrikan keyakinan. Dalam konteks psikologi biasa disebut dengan konversi keyakinan agama.
b. Hijrah Fikriyah
Fikriyah secara bahasa berasal dari kata fiqrun yang artinya pemikiran. Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, seolah dunia tanpa batas. Berbagai informasi dan pemikiran dari belahan bumi bisa secara oline kitya akses.
Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya telah menjadi medan perang yang kasat mata. Medan perang yang ada tapi tak disadari keberadaannya oleh kebanyakan manusia gendeang perang telah dipukul dalam medan yang namanya “Ghoswul Fikr” (baca: Perang pemikiran).
Tak heran berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut laksana dari senjata-senjata perengut nyawa. Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi, pluralisasi, dan sosialisasi bahkan momunisasi telah menyusup ke dalam sendi-sendi dasar pemikiran kita yang murni. Ia menjadi virus ganas yang sulit terditeksi oleh kacamata pemikiran Islam. Hijrah fikriyah menjadi sangat penting mengingat kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus ganas tersebut. Mari kita kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Islam yang murni. Pemikiran yang telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw, melalui para sahabat tabi’in, tabi’it, tabi’in dan para generasi pengikut shalaf.
“Rasulullah Saw bersabda: Umatku niscaya akan mengikuti sunan (budaya, pemikiran, tradisi, gaya hidup) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga mereka masuk ke lubang biawak pasti umatku mengikuti mereka. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah apaakh mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani ? Rasulullah menjawab: Siapa lagi kalau bukan mereka.
c. Hijrah Syu’uriyyah
Syu’uriyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan dan semisalnya, semau yang ada pada diri kita sering terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kuarng Islami Banyak hal seperti hiburan, musik, bacaan, gambar/hiasan, pakaian, rumah, idola semua pihak luput dari pengaruh nilai-nilai diluar Islam. Kalau kita perhatikan, hiniran dan musik seorang muslim takjauh beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme dan hedonisme, berbau hutra-hura dan senang-senang belaka.
Mode pakain juga tak kalah pentingnya untuk kita hiraukan Hijrah dari pakaian gaya jahiliyah menuju pakaian Islami, yaitu pakaian yang benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya. Apa fungsi pakaian ? Tak lain hanyalah untuk menutup aurat, bukan justru memamerkan aurat. Ironis memang banyak diantara manusia berpakaian tapi aurat masih terbuka. Ada yang sudah tertutup tapi ketat dan transparan, sehingga lekuk tubuhnya bahkan warna kulitnya terlihat. Konon, umat Islam dimanjakan oleh budaya barat dengan 3 f, food, fan, fashan.
d. Hijrah Sulukiyyah
Suluk berarti tingkah laku atau kepribadian atau biasa disebut juag akhlaq. Dalam perjalanannya ahklaq dan kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai. Pergeseran dari kepribadian mulai (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela akhlaqul sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermuculan berbagai tindak moral dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan, pelecehan, pemerkosaan, penghinan dan penganiyaan seolah-olah telah menjadi biasa dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi,, prostitusi dan manipulasi hampir bisa ditemui di mana-mana. Dalam moment hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.
“Berhijralah. Tinggalkan masa lalu yang buruk menuju masa depan yang lebih baik.
Sumber : www.asumsi.co
Sumber : dakta.com
Sumber Gambar : sahabatihya.com
No comments :
Post a Comment